REKONSTRUKSI KEBUDAYAAN ISLAM DI INDONESIA

BAB I Pendahuluan
A.      Latar Belakang
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah. Merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal), diartikan sebagai hal-hal berkaitan dengan budi dan akal manusia[1]. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture. Berasal dari kata Latin Colere[2], yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa juga diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.[3] Sedangkan dalam Islam, istilah ini disebut dengan adab. Islam telah menggariskan adab-adab Islami yang mengatur etika dan norma-norma pemeluknya. Adab-adab Islami ini meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Tuntunannya turun langsung dari Allah melalui wahyu kepada Rasul-Nya. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai teladan terbaik dalam hal etika dan adab ini.
Sebelum kedatangan Islam, yang berkembang di tengah-tengah masyarakat Arab ketika itu ialah budaya jahiliyah. Di antara budaya jahiliyah yang dilarang oleh Islam, misalnya tathayyur, menisbatkan hujan kepada bintang-bintang, dan lain sebagainya. Dinul-Islam sangat menitik beratkan pengarahan para pemeluknya menuju prinsip kemanusiaan yang universal, menoreh sejarah yang mulia dan memecah tradisi dan budaya yang membelenggu manusia, serta mengambil intisari dari peradaban dunia modern untuk kemaslahatan masyarakat Islami.
Kedatangan dan Penyebaran Islam di Indonesia Pada abad ke-1 hingga ke-7 M.[4] keberadaan Islam di Nusantara telah dirintis pada periode abad ke-1 hingga ke-5 H atau abad ke-7 hingga ke-8 M. Pada periode ini, para pedagang dan mubalig membentuk komunitas Islam yang kemudian memperkenalkan dan mengajarkan Islam kepada penduduk setempat tentang kebudayaan  Islam. Islam mengajarkan toleransi terhadap sesama manusia, saling menghormati dan tolong menolong, mengharamkan manusia saling berselisih, bermusuhan, dan merusak.  Ajaran kebudayaan Islam ini sangat menarik perhatian penduduk Indonesia. Dengan demikian, dakwah dan pengaruh kebudayaan Islam semakin meluas, baik di kalangan masyarakat biasa, maupun bangsawan atau penguasa. 
B.      Rumusan Masalah
1.      Apakah permasalahan yang dihadapi kebudayaan Islam berkembang di negara Indonesia?
2.      Apakah perlu adanya rekontruksi budaya Islam di Indonesia ini?
3.      Bagaimana bentuk rekonstruksi (jihad) kebudayaan Islam ini di negara Pancasila?

C.     Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui permasalahan pengembangan budaya Islam di Indonesia.
2.      Untuk mengetahui perlu tidaknya direkonstruksi kebudayaan Islam yang ada di Indonesia.
3.    Mengetahui bentuk rekonstruksi yang tepat untuk mempertahankan kebudayaan Islam yang berkembang di Indonesia.

D.      Menfaat pembahasan
1.      Mengenal kondisi perkembangan budaya Islam yang ada di Indonesia karena sebagian besar wilayah Indonesia dikuasai oleh agama Islam.
2.      Mengetahui peran agama Islam dalam pengembangan budaya di Indonesia.
3.    Mengetahui berbagai cara dari golongan Islam dalam mempertahankan kebudayaan Islam di Indonesia.

BAB II Pembahasan
A.   Kebudayaan Islam di Indonesia
Agama Islam muncul pada Abad ke-6 M kemudian masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M dan mulai berkembang pada abad ke-13 M.[5] Perkembangan Islam di Indonesia hampir di seluruh Kepulauan Indonesia. Pada tahun 2013 sekarang, jumlah penududuk Indonesia mayoritas adalah Islam. Hal ini memberi dampak besar bagi perkembangan negara Pancasila ini, terutama dalam kebudayaannya dan aturan adat yang diterapkan oleh masing-masing golongan di wilayah tertentu.[6]
Islam di Indonesia tak pernah lepas dengan Islam luar negeri, karena Islam memang bukanlah agama induk di negara Pancasila ini. Perkembangan agama yang terjadi pun berlangsung dengan signifikan sebagaimana perkembangan Islam di dunia. Tetepi karena perkembangan zaman yang begitu besar (baca: Globalisasi) memberi pengaruh besar pula bagi perkembangan Islam di Indonesia dan negara lainnya di luar negeri. Banyaknya pengaruh itu kami simpulkan dengan dua bagian, pertama pada bagian faham dan bagian kebudayaan.
1.      Pengaruh Perkembangan Dunia Islam terhadap Umat Islam di Indonesia
Pembaruan di negara-negara timur tengah tidak hanya tersebar di lingkungan mereka sendiri, namun juga meluas hingga ke Indonesia. Pengaruh-pengaruh dari pembaruan tersebut antara lain sebagai berikut.
Gema pembaruan yang dilakukan oleh Jamaludin Al Afgani[7] dan syekh Muhammadn Abdul Wahhab sampai juga ke Indonesia, terutama terhadap tokoh-tokoh seperti Haji Muhammad Miskin (Kabupaten Agam, Sumatera Barat), Haji Abdur Rahman (Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat), dan Haji Salman Faris (Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat).[8] Mereka dikenal dengan nama Haji Miskin, Haji Pioabang dan Haji sumaniik.[9] Sepulang dari tanah suci, mereka terilhami oleh paham syekh Muhammad Abdul Wahhab. Mereka pulang dari tanah suci pada tahun 1803 M dan sebagai pengaruh pemikiran para pembaru timur tengah tersebut adalah timbulnya Gerakan Paderi. Gerakan tersebut ingin membersihkan ajaran Islam yang telah bercampur-baur dengan perbuatan-perbuatan yang bukan Islam. Hal ini menimbulkan pertentangan antara golongan adat dan golongan Paderi.
Pada tahun 1903 M murid-murid dari Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawy, seorang ulama besar bangsa Indonesia di Makkah yang mendapat kedudukan mulia di kalangan masyarakat dan pemerintahan Arab, kembali dari tanah suci.[10] Murid-murid dari Syekh Ahmad inilah yang menjadi pelopor gerakan pembaruan di Minangkabau dan akhirnya berkembang ke seluruh Indonesia. Mereka antara lain sebagai berikut: Syekh Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Hamka), Syekh Daud Rasyidi, Syekh Jamil Jambik dan Kyai Haji Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah)
Munculnya berbagai organisasi dan kelembagaan Islam modern di Indonesia pada awal abad ke-20, baik yang bersifat keagamaan, politik maupun ekonomi. Organisasi tersebut ialah sebagai berikut:[11]
a.       Jamiatul Khair (1905 M) yang merupakan wadah lembaga pendidikan dan pengkaderan generasi muda penerus perjuangan Islam dan berlokasi di Jakarta.
b.      Muhammadiyah (18 November 1912) yang didirikan oleh K.H Ahmad Dahlan. Ia memiliki pemikiran yang tidak menghendaki berkembangnya bid’ah, tahayul kurafat dan mengembalikan ajaran Islam yang sesuai dengan Al Qur’an dan hadist di Yogyakarta.
c.       Al Irsyad (1914 M) dibawah pimpinan Ahmad Sukarti dan bertempat di Jakarta.
d.      Persatuan Islam (persis) dibawah pimpinan Ahmad Hasan yang didirikan tahun 1923 di Bandung. Al Irsyad dan Persis memiliki bentuk gerakan yang hampir sama dengan Muhammadiyah.
e.       Serikat Dagang Islam (1911) di bawah pimpinan Haji Samanhudi di Solo. Pada awalnya gerakan tersebut bersifat ekonomi dan keagamaan. Akan tetapi kemudian berubah menjadi kegiatan yang bersifat politik. Terjadi perubahan kembali menjadi Partai Serikat Islam dan pada tahun 1929 kembali berubah menjadi PSII (partai Serikat Islam Indonesia).
f.       Jamiyatul Nahdatul Ulama (NU) yang lahir 13 Januari 1926 di Surabaya di bawah pimpinan KH Hasym Asyari. Nahdatul Ulama merupakan wadah para ulama di dalam tugas memimpin masyarakat muslim menuju cita-cita kejayaan Islam. Gerkannya kemudian juga berubah ke arah politik
g.      Matla’ul Anwar (1905) di Menes, Banten yang didirikan oleh KH M. Yasin. Organisasi ini bersifat sosial keagamaan dan pendidikan.
h.      Pergerakan Tarbiyah (Perti) di Sumatera Barat yang didirikan oleh Syekh Sulaiman Ar Rasuli pada tahun 1928. organisasi ini bergerak di bidang pendidikan, membasmi bid’ah, khurafat dan tahayul serta taklid di kalangan umat Islam
i.        Persatuan Muslim Indonesia (Permi) yang didirikan pada tanggal 22 mei 1930 di bukit tinggi. Organisasi ini pada mulanya bersifat keagamaan, tetapi kemudian menjadi partai politik yang menuntut kemerdekaan Indonesia. Pemimpinnya adalah Muchtar Lutfi
j.        Majlis Islam ‘Ala Indonesia yang didirikan atas prakarsa KH Ahmad Dahlan dan KH Mas Mansur pada tahun 1937. pada mulanya organisasi ini tidak terlibat pada kegiatan politik, tapi pada akhirnya terlibat pula dalam politik praktis yaitu dengan melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda.
k.      HTI awalnya bernama Partai Pembebasan Islam (hizb al-tahrir al-Islami) adalah partai politik berideologi Islam didirikan pada tahun 1952 di Al Quds berdasarkan aqidah Islam Taqiyyuddin An Nabhani (1905-1978) atau di Indonesia dikenal dengan Syekh Taqiyyuddin An Nabhani seorang Ulama, Mujtahid, hakim pengadilan (Qadi) Di Palestina dan lulusan Al Azhar. Beliau hafidz Quran sejak usia 15 tahun. Ia adalah cucu dari Ulama besar pada masa Khilafah Utsmaniyah, Syeikh Yusuf An-Nabhani.[12]
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa gerakan pembaruan yang menyebabkan lahirnya organisasi keagamaan pada mulanya bersifat keagamaan, tetapi seiring dengan kondisi masyarakat pada saat itu kemudian menjelma menjadi kegiatan politik yang menuntut kemerdekaan Indonesia dan hal tersebut dirasakan mendapat pengaruh yang signifikan dari pemikir-pemikir para pembaru Islam, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Berdasarkan beberapa aliran Islam yang masuk ke Indonesia, pola dasarnya adalah sama-sama menyebarkan Islam dan mengembangkannya di negara Indonesia. Hanya saja, dalam tiap paham ini memiliki sifat yang berbeda antara satu sama lain. Perbedaan ini disebabakan karena cara yang mereka tempuh berbeda untuk menegakkan Islam, sedangkan pada tujuannya sama-sama mencari sisi kemulyaan di akherat.
Keberbedaan antara masing-masing paham ini memeberi dampak yang besar bagi perkembangan Islam di Indonesia. Karena masing-masing dari mereka memeiliki landasan yang berbeda, dan tak jarang satu sama lain anatara golongan yang berbeda faham saling menjastise dengan hal-hal yang tak patut. Permasalahan seperti ini tak dapat dihindarkan dan sudah menjadi suatu kewajaran, karena dulu Rosulullah telah menjelaskan bahwa kelak pada masa depan Islam akan terpecah menjadi tujuh faham.
Berdasarkan tahun kemunculan dari berbagai ormas Islam, rata-rata semua sudah memiliki umur yang panjang, tetapi mereka tak kunjung juga dapat membawa budaya Islam bersatu dengan nusantara. Justru hal terjadi adalah suatu keterbalikan. Ormas-ormas Islam saling berdebat asyik mengurusi berbedaan yang terjadi anatara mereka.
Jika dianalisis dari sejarah berdirinya Indonesia, Indonesia ini sesungguhnya negara Islam yang dibungkus dengan budaya nusantara. Dilihat dari lima sila yang menjadi landasan negara. Kenapa Islam mesti dibungkus dengan budaya nusantara? Hal ini adalah suatu politik keagamaan. Suatu politik bagaimana agama itu dekenal dengan orang lain memalui budayanua sendiri. Dengan demikian proses pemasukkan agama baru tidak akan mereka sadari.
Perkembangan zaman yang semakin pesat, telah menjadikan negara Indonesia semakin maju dan menunjukkan dirinya di dunia. Hal ini adalah satu satu dampak dari globalisasi. Proses globalisasi ini ternyata membawa banyak muatan bagi bangsa Indonesia, terutama muatan budaya dari berbagai negara diluar negeri. Hal ini membuat kebudayaan Islam semakin melemah di Indonesia. Hal ini akan kita kaji bersama pada poin dibawah ini.
2.      Kebudayaan Islam Indonesia Dimasa Globalisasi
Definisi Islam yang totalistik adalah definisi modern, lahir dari sisi gelap modernitas yang telah membesarkan ideology-ideologi totalistic. Maupun pemahaman totalistic itu menyeruakan semangat, gemuruh dan spirit pergerakan, tetapi ia tidak mempunyai akar dalam sjarah Islam, secara histories keseluruhan rentang tradisi intelektual, filsafat, fiqih, kalam, tasawuf, thariqat, seni dan budaya Islam adalah menomenn majemuki hasil pengaruh berbagai kebudayaan, seperi: sungai besar yang dialiri oleh banyak anak sungai. Bagaimanakah kemajemukan tradisi-tradisi itu itu lalu raib sejengkal demi sejengkal mengarus menjdi seragam dan tunggal?
Karena alasan-alasan metodologis dan epistimologis yang akan menjdi jelas dalam uraian nanti, maka kita akan memulai dengan mendefinisikan konteks baru yang diciptakan oleh kekuatan-kekuatan globalisasi, dan kemudian memecahkan persoalan-persoalan teang Islam masa kini dsan tradisi Islam
a)      Apa yang dimaksud dengan globalisasi?
Istilah globalisasi sering diberi arti berbeda antara yang satu dan yang lainys, sehingga disini perlu penegasan lebih dulu[13]. Akbar S. Ahmed Hastings Donnan memberi batasan bahwa globalisasi “pada prinsipnya mengacu pada perkembangan-perkembangan yang cepat didalam teknologi komunikasi, transformasi, informasi yang bisa membawa bagian-bagian dunia yang jauh (menjadi hal-hal) yang bisa dijangkau dengan mudah”.[14]
Tofler menyatakan bahwa teknologi melahirkan teknosfer (lingkungan teknologi yang khas) lalu teknologi informasi sebagai bagian dari teknosfer akan mewarnai infosfer (budaya pertukarn informasi), lalu infosfer aka meengubah sosiosfer (norma-norma social), kemudian sosiosfer akan mengubah psiksfer. Pengaruh teknologi khususnya teknologi informasi terhadap globalisasi telah terbukti. Sector-sektornya masyarakat social, ekonomi, politik, dan pendidikan, hukum dll.
Pada hakikatnya, globalisasi sudah dimulai 15 abad yang lalu. Gema wahyu ilahi pada kerangka normative globalisasi. Di sini saya sebut sebagai globalisasi iid satu, kerangka normative ini secara eksplisit tertulis pada firman Allah SWT (QS. Al Hujurot : 13) ayat tersebut dengan gambling menunjuk pada eksistensi bangsa-bangsa, etnis dan sebagainya.
Terminology globalisasi yang qur’nik humanistic ini dapat berjalan sendirian, namun dibarengi dengan software  yang memadai, mewujudkan seperangkat teks yang visible, dengan human ware yang sangat kredibel.[15] Beliau adalah Nabi Muhammad SAW, beliau merupakan figure identifikasi ideal bagi kemanusian terutama era global. Visibelitas perangkat ini dapat dibuktikan, sebuah pembuktian yang transparn dan spontans, yaitu Qur’an, hadits dan kesaksian ahli sejarh.
Globalisasi jilid satu penuh dorongan ilmu, iman dan amal. Akan tetapi belum massif dan populif. Karena pendidikan sains di bidag kauniyh lamiyah masih diktegorikan fardlu kifayah akan dengan kata lan ubudiyah ‘manh dinomerdukn dari pda ubudiyah madhnah fardlu‘ain dipilih dengan fardlu kifayh yang terkadang menghasilkan tnziq al syakhsiyah (split personality)
Jadi krakteristik globalisasi jilid satu adalah : pertama; orientasi  religius, kedu; dikuasai kaum Islam dan kaum muslimin, ketiga; dominasi budaya teks, keempat; lahirnya sains dan teknologi yang elitis, kelima; lahirnya generasi split personality, keenam; terjadinya perang kibat tafsir fiktu teoritis, ketujuh; melemahny keseimbangan dalam kehidupan umat Islam.
Globalisasi jilid dua ditandai pembelokan ke arah dari globalisasi jilid satu. Secara umum yang menguasai lima abad terakhir adalh orang barat. Mereka telah terbiasa memasang keykinan yang membelah hati mereka sains ya sains, agama ya agama. Tokoh yang merek anut, contohny tertulian. Dia pernah mengajukn statemen yang hingga kini tetap dianut. Sebuah statemen yang sangat terkenal : Creduque absurdum est kepercayaan semacam ini yang menjadikan orang barat sangat liberal.
Globalisasi jilid dua ini ditandai: pertama; penemuan teknologi canggih, kedua; dominasi barat atas timur, ketiga; penjajahan dan pengalihan kekayaan alam, keempat; pengelompokan Negara kaya  dan miskin, kelima; terkurasnya sumber daya alam Negara berkembang atau negara miskin, keenam; ketertinggalan pendidikan Negara selatan, ketujuh; kelahirn komunisme awal abad 20 dan runtuhnya tembok berlin dan tembok timur1991.
Ciri lain dari globalisasi jilid dua adalah berkembangnya ekonomi field ecompassing ekonomi merambah kesemua sector dan lini. Setiap gerak mempunyi nilai ekonomi. Persaingan demikin ketat sehingga masing-masing menjadi predator bagi yang lain. Strategi keunggulan menjdi kebutuhn setiap lembaga dan organisasi maupun pribdi, keunggulan kompetitif ditandangi dengan unggul mutu, unggul keemsan, unggul pelyanan, ungggul teknologi dan promosi. Harus juga digunakan strategi unggul komparatif, yang mana keunggulan ini ditandai dengan standar internasional, kuota dan lain-lain.
b)     Apakah Islam Masa Kini Kebal Terhadap Globalisasi?
Jika moderitas adalah proyek yang tidak lengkap yang mengandung suatu tekad untuk mendorong lebih jauh batas-batan kondisi menusia, ia harus mengarahakan globalisasi kepada pengintegrasian yang lebih baik dari niali-nilai yang dibuat bertentangan oleh pertentangan sistematik antara sisi-sisi agama-agama  tadisional dan kategorisasi-kategorisasi ideologis agama-agama sekuler. Sebagai akibat  dari konflik ini, suara-suara sekuler ini para nabi, orang-orang suci, teolog, filusuf, seniman, penyair, dan pahlwan telah tak henti-hentinya dipiggirkan, didiskualifikasikan da didorong kembali ke suatu masa lalu yang turun kedudukannya menjdi histografi orang terpelajar atau menjadi keterlupaan yang pasti.
Kenyataanya, duni sellalu mengandung sisi terang dan sisi gelapnya. Pada globalisasi jilid satu, terdapat kewlayahan sains Islam. Di zaman rasulullah SAW dan para sahabat, sains Islam berkembang secara populis. Dengan sederhanaan sains waktu itu, rasul meganjurka thalabil ilmi sampai ke negeri cina. Rasulpun tahu  bahwa di cina waktu itu tidak ada nabi, jadi yang diharapkan rasul pasti di luar keberagamaan, paling banter, adallah falsafah. Bahkan yang  pasti adalah kebudayaan dan sains. Karena sebagaiman dimaklumi, telah sejak lama cina mengeal kertas, demikian juga  barag logam, sutera, keramnik, beliau juga mencanangkan poembelajara seumur hidup, minal mahdi ilaa al lahdi, bahasa sekarang adalah long life educations. Jadi rasululah tidak secara langsung  membangun sains dan teknologi. Beliau membangun fondasi untuk menyiapkan masyarakat beriman yang berbasisi sains dan teknologi, kepada beliau diturunkan kitab yang tidak bertentangan dengan sains dan teknologi,dialah al-qur’an dan hadits sebagai penjabarannya. Kita tahu, lebih dari 150 ayat  al-qur’an bicara soal kosmos. Bagaimana kalau semua atau sebagian bertentangan dengan sains. Apapula jadinya kalau ayat-ayat itu menjadi sandungan penelitian ilmiah.
Berbagai ayat bahkan melarang manusia untuk mengiukuti suatu yang tidak dia ketahui (QS al isro’ (17) : 36). Setiap statemen hendaklah selalu  argumentative (QS Al-baqoroh : 111, al anbiya : 24, an naml : 64 dan al qashash: 75) tiap informasi al-qur’an harus  ada buktinya (QS al-an’m : 68). Allah akan memperlihatkan kebenaran ayat-ayat nya pada ufuq dan diri manusia sendiri (QS Fussilat : 53). Rasulullah saw memerintakn gar umatnya berfikir total tentang semua alam, haya memikirkan  dzat allah SWT yang tidak diperkenankan (HR abu Ni’am)
Jadi saat itu, umat menjdi sangat berkeseimbangan. Seimbang antara iman dan nalar. Indicator keimanan merek bias dilihat ketika mereka mendenga ayat-ayat al-qur’an dibacakan, mereka bersujud tersungkur, menangis atas kebesaran al-qur’an. Akan tetapi mereka  sangat cerdas mengamati alam, diinteraksi dan menyikapi kehidupan. Berulangkali Allah perintahkan agar membuka nalar, memandang langit, bumi, sosi, uday, religi untuk menganalisis dan menyintesis.
Islam terus memberu jaminan kepada umat, yang dikeluarka dari kebesaran-kebesaran da kenyamana-kenyamanan yang dijanjikan kepda kelompok-kelompok khusus yang terbatas, sebuah harapan yang bercampur degan pengharapan tradisional akan keselamatan abadi , memungkinkan mencapai kejayaan moral dalam pertemuan yang intim dengan tuhan-Nya al-qur’an yang maha adil dan mengasih, suatu keyakinan kepada janji keadilan yang sudah dekat.
Pengaruh-pengaruh buruk dari globalisasi tidak boleh memalingkan kita dari kemajuan-kemajuan sejarah yang didirikan diatas pengalaman positif modernitas intelektual. Jika agama-agama besar dan filsafat telah lama mengajarkan bahwa manusia adalah jiwa/ruh, orang tidak boleh lupa bahwa spiritualisme, ortologisme (ajaran yang menyatakan semua kegiatan makhluk hidup, termasuk poenghimpunan ilmu oleh manusia bersumber dari kehendak dan kebijkan tuhan) transendentalisme, teologisme, esensialisme dan subtansialisme daah deviratif-deviratif atau khayalan-khayalan globalisasi masa kini, tentang hakikat manusia yang sebenarnya. Dalam menggambarkan  Islam kontemporer saya akan berusah untuk menunjukkan bahwa tugas yang ditentukan oleh tradisi histories dan globalissi tergantung pada bagaimana ia berjalan secara filosofis, etis, yuridis da secara institusional melampauai semua system kepercayaan dan non-kepercayn yang diwarskan secara beragam dari masa lalu, menuju pengulasan kekuatan-kekuatn yang lebih baik yang tersedia bagi manusia untuk mengubah manusia.
3.      Pengarauh Globalisasi terhadap Kebudayaan Islam Indonesia[16]
Pada pemaparan diatas telah dijelaskan bagaiman masuknya Islam ke Indonesia, serta perkembangannya dari berbagai faham yang bermunculan di Indonesi. Kebudayaa Islam di Indonesia berkembang dengan nilai-nilai seni yang disampaiakn lewat ritual keagamaan, sehingga disini agak sedikit sulit membedakan anatara budaya asli dan budaya Islam, karena keduanya sudah saling merekat. Pada pembahasan kali ini, kami akan membahas pengaruh dari hadirnya zaman globalisasi bagi kebudayaan Islam di Indonesia.
a. Pengaruh Positif
Dengan adanya globalisasi, komunikasi-komunikasi budaya dapat dilakukan dengan mudah dan waktu yang singkat dan tak harus langsung bertatap muka. Hal ini membangun pengenalan budaya Islam ke luar negeri, sehingga negara luar mengetahui adanya budaya Islam Indonesia yang telah melakukan sistem merger akulturasi di Indonesia.
b. Pengaruh Negatif
Dampak Negatif dari hadirnya zaman globalisasi terkikisnya moral Islami pada setiap kalangan. Hal ini ditandai dengan banyaknya kasus-kasus kriminalitas yang dilakukan oleh umat Islam yang ada di Indonesia, mulai dari pemerintahnya sendiri hingga rakyatnya begitu pula dengan orang tua yang takmampu memberikan contoh pendidikan akhlak yang baik pada putra-putrinya. Ini adalah masalah besar yang tak mampu dibendung, padahal seharusnya budaya Islam mampu membendung hal yang demikian karena memang hadirnya Islam itu untuk menyempurnakan budi pekerti manusia.
B.  Rekonstruksi Budaya
Rekonstruksi berarti membangun atau mengembalikan sesuatu berdasarkan kejadian semula, dimana dalam prosesnya mengandung nilai–nilai primer yang sesuai dengan kondisi semula.
Jika kita mengamati dan merasakan apa yang terjadi di lingkungan sekitar kita. Kita sudah tidak lagi hidup di dalam era penjajahan fisik oleh bangsa asing seperti yang terjadi hampir satu abad yang telah silam. Tetapi kesadaran diri masing-masing dari kita (warga Indonesia) masih sangat minim akan meluasnya penjajahan budaya, moral dan kepercayaan. Wujud penjajahan yang seperti demikian justru lebih sulit untuk dilawan daripada penjajahan secara fisik yang kasat mata, karena mereka perlahan memengaruhi pemikiran bangsa Indonesia yang sifatnya abstrak atau tidak kasat mata. Tidak sedikit tentunya dari kita yang sudah terkontaminasi dengan budaya asing yang bertentangan dengan dengan budaya asli bangsa kita, sehingga disengaja ataupun tidak kita telah melupakan nilai dan norma asli bangsa Indonesia. Terlebih kita sebagai mahasiswa yang backgroundnya adalah muslim, seharusnya bisa mempertimbangkan positif-negatif dari segala hal baru yang datang dari budaya asing maupun budaya pribumi yang mengalami pergeseran akibat pengaruh budaya asing.
Dari beberapa paparan di depan kami mendapatkan hasil analisis sementara dari wacana yang kami sajikan. Diantaranya:
1.      Sebagai Negara yang multikulturalisme, aspek kebudayaan di Indonesia harus berada dalam satu nilai positif yang dapat dijalankan bersama. Hal tersebut perlu dilakukan agar persatuan dan kesatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat tetap terjaga. Upaya perwujudannya dapat dilakukan dengan cara mentransformasikan kepada generasi muda mengenai pemahaman nilai-nilai luhur Pancasila yang selanjutnya diamalkan secara kontinyu.
2.      Hal mendasar yang membangun karakteristik bangsa di suatu Negara adalah paradigma. Terminologi paradigma dapat diartikan sebagai cara pandang dan cara berpikir. Untuk meminimalisir dampak negatif dari kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia, maka perlu adanya rekontruksi paradigma warga Indonesia umumnya, dan kita sebagai mahasiswa khususnya. Karena nasib bangsa ada di tangan kita.
3.      Hal yang sangat dekat dengan kita di antaranya adalah dunia pendidikan. Sebagai muslim apabila akan merekonstruksi pendidikan Islam di era modern ini, persoalan pertama yang harus di tuntaskan adalah persoalan “dikotomi”. Artinya harus berusaha mengintegrasikan kedua ilmu (agama dan umum) baik secara filosofis, kurikulum, metodologi, pengelolaan, bahkan sampai pada departementalnya. Perubahan orientasi pendidikan Islam harus dilakukan yaitu “bukan hanya bagaimana membuat manusia sibuk mengurusi dan memuliakan Tuhan dengan melupakan eksistensinya, tetapi bagaimana memuliakan Tuhan dengan sibuk memuliakan manusia dengan eksistensinya di dunia ini.[17] Artinya, bagaimana pendidikan Islam harus mampu mengembangkan potensi manusia seoptimal mungkin sehingga menghasilkan manusia yang memahami eksistensinya dan dapat mengelola dan memanfaatkan dunia sesuai dengan kemampuannya. Dengan dasar ini, maka materi pendidikan Islam harus di desain untuk dapat mengakomodasi persoalan-persoalan yang menyangkut dengan kebutuhan manusia, yaitu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, teknologi, seni serta budaya, sehingga mampu melahirkan manusia yang berkualitas, handal dalam penguasaan ilmu pengetahuan, keterampilan, unggul dalam moral yang di dasarkan pada nilai-nilai ilahiah sebagai produk pendidikan Islam.[18] Dengan kata lain pendidikan Islam, akan menghasilkan ilmuwan yang tidak hanya unggul dalam ilmu sains akan tetapi juga tahu posisinya sebagai khalifah di muka bumi, yang bertakwa kepada Allah SWT.
4.      Islam sebagai agama samawi yang pada hakikatnya adalah sumber dari lahirnya kebudayaan, justru yang terjadi hari ini adalah kebudayaanlah yang mewarnai agama Islam. Dan sangat disayangkan karena kebudayaan tersebut menjadi pewarna yang melenceng jauh dari dasar yang bernilai Islami. Maka seringkali terjadi pengistilahan Islamisasi terhadap pergeseran budaya yang terjadi di Indonesia. Islam dengan kebudayaan yang dihasilkannya sesungguhnya lebih cocok diterapkan di Negara kita ini karena sifatnya yang elastis tapi ulet. Artinya kebijakan yang timbul dari Islam sendiri itu tidak pernah memberatkan pihak manapun dan selalu bisa menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Dan ulet maksudnya adalah perluasan budaya yang dihasilkan tetap terangkul dalam satu wadah pedoman yakni Al Quran dan Al Hadist. Sehingga selalu ada keterikatan antara kenyataan yang terjadi dengan kesadaran yang harus terus ditumbuhkan para muslim untuk menjaga Islam tetap menjagi agama yang melahirkan budaya, bukan Islam yang lahir dari budaya. Bukan agama Islam yang perlu direkontruksi, melainkan yang berstatus Islamlah yang perlu direkontruksi. Baik itu manusianya, kebudayaan yang hadir di era ini, serta pemahaman manusia akan kesadaran menghargai kebudayaan pribumi dan Islami.
C.  Rekonstruksi Kebudayaan Islam Indonesia
1.      Perlukah Budaya Islam Indonesia Direkonstruksi?
Berdasrkan apa yang telah kita ketahui bagaimna perkembangan kebudayaan Islam di masa modern ini, ternyata ruh dari pada kebudayaan Islam sendiri sudah mulai pudar dengan adanya pengaruh dari berbagai aspek-aspek. Dengan demikian sudah wajar jika kebudayaan yang di Indonesia harus mengalamai pembaharuan melalui penyesuaian-penyesuaian tertentu yang tidak merusak nilai keIslaman. Pembaharuan ini tidaklah mudah karena apa yang kita rubah adalah budaya. Budaya ini bersfat abstrak dan hanya bisa kita amati melalui gejala-gejala sosial yang terjadi dalam masyarakat. Budaya memiliki kaitan erat dengan pola prilaku masyarakat, karena budaya sendiri adalah suatu hasil cipta rasa dan karsa[19] manusia itu sendiri.  Jadi untuk melakukan perubahan pada pola prilaku sosial masyarakat harus merubah budaya yang ada dalam masyarakat, karena keduanya ada hubungan kausalitas antara sistem sosial dan sistem budaya.  Sistem sosial masyarakat yang tercermin pada prilaku sosial masyarakat menjadi sautu kebiasaan yang dilakukan secara berulang-ulang dan hal ini kemudian yang dianggapa pantas menjadi budaya dan menjadi bagain dari adanya sistem kehidupan suatu masyarakat yang sudah menjadi rangkaian.
2.      Solusi untuk Merekonstruksi Budaya Islam di Indonesia
Solusi yang komprehensif sangat diperlukan pada situasi semacam ini, disini tidak akan dibahas panjang dengan teori yang kompleks tinjauan bersifat selintas, tetapi menyentuh aspek-aspeknya masing-masing aspek harus mendapat porsi yang memadai.
Pertama: Theologies, kita faham bahwa manusia hidup ini dibekali dengan
berbagai potesi hal itu artinya bahwa manusia harus bisa mengubah diri sendiri.[20]
Kedua: Takdir, percaya takdir bukanlah suatu alat pemangkas ikhtiyar manusia, takdir adalah ukuran, komposisi yang telah ditentukan oleh Allah SWT dalam segala hal. Takdir bukan alat mengancam usaha seseorang. Biarlah nanti kalau takdir datang kepadanya Jangan tanya
Ketiga: ldentifikasi. Kita memiliki figur identifikasi ideal, yaitu Rasulullah saw. Rasulullah saw tidak pernah sama sekali mengandalkan kerja dengan kebiandanan. Beliau selalu menggunakan sunnatullah pada alam ini. Beliau bekerla, beliau rnernegang tampuk kepemimpinan negara dan agama. Beliau mengatur siasat perang. Beliau merancang perdamaian. lntinya, ilmu keajaiban itu sudah saatnya ditinggalkan. Dia akan datang sendiri pada orang yang bertaqwa. Bukan masanya lagi kita bertahun-tahun mencari ilmu keajaiban.
Keempat: Ikhtiyarul fardhu. Ada fardhu 'aion ada fardhu kifayah. llmu wudhu adalah fardhu 'ain. llmu matematika adalah fardhu kifayah. Hal itu sepintas memang betul.  Akan tetapi matematika yang menuju kecerdasan sehingga orang tidak menipu atau tertipu, adalah fardhu 'ain. Geologi, geografi, astronomi, yang menjadikan orang tidak mengalarni split personality adalah fardhu 'ain.Tentu saja tidak semua muslim harus jadi insinyur atau dokter. Akan tetapi ilmu yang menjadikan sains dan teknologi rnenjadi populair adalah fardhu 'ain. Karena dengan sebaras itupun, nantinya sains dan teknologi tidak akan menjadi elitis" Masyarakat tidak hanya akan terkagum-kagum dengan temuan semua itu sehingga sering lupa kekuasaanAllah swt.Atau menjadi konsumen yang dikuras uantnya habis-habisan oleh para produsen.Akhirnya mereka menjadi orang miskin yang dekat dengan kekufuran.
Kelima: Penyeimbangan kurikulum.  (Tawzin al-Manhaj) Kurikulum minimal ada;
1)      lmembacakan ayar-ayat Allah swt. Termasuk ayat kauniyah yang melahirkan  ekaguman terhadap eksistensi Allah swt dan melahirkan sains.
2)      Tazkiyyatun-nafsi.
3)      'Aillumuk al-kitaaba wa al-hikmata. Mengalarkan Al-Qur'an dan Hadits filsafat
4)      Yu'allimukm maa lam takuunuu ta'lamuun, riset dan hasil-haslinya (QSAI-Baqarah [2]: l5l).
Prinsip keseimbangan ini sangat penting, karena dunia ini dibina atas keseimbangan (QS.Ar-R.ahman [55]:7,8,9). Selama ini ilmu-ilmu riset sering ditinggalkan. Padahal ini dinamika umat di manapaun dan kapanpun. Kecurigaan terhadap ilmu yang terakhir itu sangat tampak pada khazanah kita. Dalam karya para sarjana lslam, ulum al-awa'il secara keras dirujuk sebagai uluran mahjuuran. lbrahim Bin Musa (Spanyol, w. I 389) menyatakan, kebanyakan teolog menganggap sains yang bermanfaat hanyalah sains yang langsung berkaitan dengan praktek agama. Selain itu hanya akan menyesatkan umat. Ibnu Taimiyah menyatakan, ilmu adalah yang diturunkan melalui Rasulullah,saw. Selain itu tak ada gunanya (Pervez Hoodboy: 1996: 177).
Keenam: Motivasi. Kita tahu betapa banyaknya orang frustasi setelah lama belaiar. Karena rnotivasi ingin meniadi pegawai negeri tidak tercapai, mereka frsutasi. Di lndonesia sekarang rnencapai sebelas iuta orang penganggur. Pengangguran kebanyakan dilakukan oleh orang tak terdidik atau terdidik yang frustasi, karena rnemilih pekerjaan yang belum ada. Mestinya memilih itu di antara sekian pekerjaan. Bukan memilih yang belur"n mernpunyai pekerjaan.
Ketujuh: Edukasi, adalah konsep pembelajaran meliputi berbagai dimensi dan media pengangkutnya. Pendidikan yang paling utama adalah pendidikan keluarga, kemudian dilanjutkan pada tahap lingkungan, sekolah dan masyrakat besar. Konsep ini saya letakkan diakhir karena ini adalah konsep yang diterapkan dari dahulu tetapi belum membuahkan hasil yang maksimal. Karena pelaku utama antara pendidik dan peserta didik kurang memiliki kedekatan emosional.
BAB III Penutup
A.      Kesimpulan
1.      Permasalahan perkembangan budaya di Indonesia ini ada banyak hal. Ada dari internal dan dari eksternal. Dari internal itu ditimbulkan oleh berbagai aliran-aliran islam yang muncul di Indonesia yang belum mampu bersatu menjadi pengusung islam. Faktor eksternalnya adalah dari pengaruh perubahan zaman yang begitu pesat yang disebut globalisasi. Globalisasi telah membuat legal berbagai budaya yang berkembang di Indonesia, sehingga sedikit memberi dampak buruk bagi perkembangan budaya Islam.
2.      Pelbagai permasalahan yang timbul di Indonesia telah merusak sebagain besar moral pemuda yang berbasis islam khusunya. Bukan saja pada pemuda, bahkan pemerintah mulai dari jabatan rendah dan tingi sudah tak mampu memeri contoh yang baik. Mereka malah condong memberi contoh yang buruk demi kepentingan peribadi. Dengan pertimbangan ini, budaya islam indonesia perlu adanya rekonstruksi ulaang untuk mensinergikan anatara budaya islam dengan budaya nusantara dizaman glibalisasi.
3.      Bentuk rekonstruksi kebudayaan islam yang dapat terapkan di Indonesia adalah dengan konsep “TITIP ME”. Itu adalah singkatan dari sebuah penyelesain yang kami tawarkan. Teologis, Identifikasi, Takdir, Ikhtiyar fardhi, Penyeimbangan, Motivasi, Edukasi.
B.       Saran
Semua yang terpaparkan ini adalah sebuah konsep yang dibentuk berdasarakan berbagai permasalahan yang timbul. Tentu ada kepastian dapat terealisasikan kecuali hanya dengan kesadaran pribadi yang menjadi dasarnya. Karena permasalahan budaya bukanlah permasalahn pribadi, maka hal ini tak dapat diatasi oleh seorang diri, melainkan dengan kerja kelompok melalui fasilitas fasilas organisasi ataupun yang lainnya.s

Daftar Pustaka
Supartono. 2004. Ilmu Budaya Dasar. Bogor: PT. Ghalia Indonesia.
Kaplan, David & Albert A. Manners. 1999. Teori Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mansur & Mahfud Junaedi. 2005. Rekonstruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Departmen Agama RI.
S. Ahmed, Akbar dan Hastings Donnan. 1994. Islam , Globalization and Postmodernity. London: Routledge.
Nasution, Harun. 1975. Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan Jakarta: Bulan Bintang.
Azizy, A. Qodri. 2004. Melawan Globalisasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
AH. Sanaky Hujair. 2003. Paradigma Pendidikan Islam. Yogyakarta: Safira Insania Press.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Digital).
Farid Zainal Effendi. Aliran-aliran Islam. PDf.
Press, 2003), hal. 98. dikutip dari Abdul Munir Mulkan, Pendidikan Kehilangan Akar Religi, dari:
http:/ /aliansi.hypermart.net/1999/11/forum.htm.5/4/2002Nugroho, Widyo dan Achmad Mudji. 1996. Ilmu Budaya Dasar. Gunadharma.
http://filsafat.kompasiana.com/2012/02/03/globalisasi-sebagai-soft-terminologi-dari- Farid Zainal Effendi. Aliran-aliran Islam. PDf. hal 14.kapitalisme-baru-436059.html
http://erandanna.wordpress.com/2013/01/11/bab-13-perkembangan-Islam-pada-masa-modern/
http://id.wikipedia.org/wiki/Hizbut_Tahrir.

[1] Nugroho, Widyo dan Achmad Mudji. 1996. Ilmu Budaya Dasar. Uviversitas Gunadharma.
[2] Ibid., hal. 3
[3] Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) digital.
[4] Teori Arab. teori ini didukung oleh sejarawan Prof. Hamka. Dia menyatakan bahwa Islam sudah datang ke Indonesia pada abad pertama Hijriah (abad ke-7 sampai 8 M) langsung dari Arab dengan bukti jalur perdagangan yang ramai dan bersifat internasioal sudah dimulai melalui selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina (Asia timur), Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat.
[5] Teori Arab dalam Proses masuknya Islam ke Indonesia.
[6] Mansur & Mahfud Junaedi. Rekonstruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. (Jakarta: Departmen Agama RI, 2005) hal 41.
[7] Jamaluddin Al-Afghani adalah seorang pemimpin pembaharuan dalam Islam yang tempat tinggal dan aktivitasnya berpindah dari satu negara Islam ke negara Islam lain, serta pengaruhnya terbesar ditinggalkannya di Mesir. Dia dikenal sebagai seorang pembaharu politik di dunia Islam pada abad sembilan belas. Ia juga adalah perintis modernisme Islam, khususnya aktivisme anti imperialis.
[8] Harun Nasution. Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta : Bulan Bintang, 1975, cet. ke-1, h. 10
[9] Ibid., 13
[10] Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi Rahimahullah adalah ulama besar Indonesia yang pernah menjadi imam, khatib dan guru besar di Masjidil Haram, sekaligus Mufti Mazhab Syafi'i pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Dia memiliki peranan penting di Mekkah al Mukarramah dan di sana menjadi guru para ulama Indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_Khatib_Al-Minangkabawi
[11] Farid Zainal Effendi. Aliran-aliran Islam. PDf. hal 14.
[12] http://id.wikipedia.org/wiki/Hizbut_Tahrir
[13] A.Qodriazizy. Melawan Globalisasi (Reinterpretasi Ajaran Islam). (Yokyakarta: Pustaka Pelajar. 2004), hal 18.
[14] Akbar S. Ahmed dan Hastings Donnan. Islam , Globalization and Postmodernity (London: Routledge, 1994) hal 64.
[15]http://filsafat.kompasiana.com/2012/02/03/globalisasi-sebagai-soft-terminologi-dari-kapitalisme-baru-436059.html
[16] Op.Cit., A. Qordhi Azizy. Hal 1.
[17] Hujair AH. Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Safira Insania Press, 2003), hal. 98. dikutip dari Abdul Munir Mulkan, Pendidikan Kehilangan Akar Religi, dari: http://aliansi.hypermart.net/1999/11/forum.htm.5/4/2002
[18] Ibid, hal. 28
[19] Supartono. Ilmu Budaya Dasar. (Bogor: PT. Ghalia Indonesia, 2004) hal. 30.
[20] Q.S ar-rad (13): 11).

Share:

0 komentar