PRESENTASI SERASA LIBURAN
Beberapa hari lalu di penghujung bulan februari 2016 saya dan teman-teman mendapat kesempatan berharga untuk menghadiri sebuah acara bergensi di Universitas Udayana Bali. Beranggotan empat orang dan semuanya berasal dari jurusan yang sama. Kami mendapat undangan untuk mempresentasikan hasil penelitian kami dalam forum yang diselenggarakan atas kejasama Asosiasi Peneliti Bahasa Lokal (APBL) bersama Prodi Linguistik S3 Universitas Udayana. Tentunya undang tersebut bukan cuma-cuma atau sembarangan saja, kami juga mengikuti seleksi untuk kelolosan paper kami dalam acara tersebut, dan alhamdulillah kami terpilih sebagai salah satu presentatornya.
Dalam kesempatan ini, saya pribadi ingin berbagi sedikit cerita dan pengalaman selama disana. Barangkali pengalaman ini dapat menjadi refrensi teman-teman ketika berkunjung ke Bali, baik untuk acara akademik ataupun liburan.
Sesuai dengan judul yang saya seratkan, presentasi serasa liburan atau bahkan liburan serasa presentasi. Keduanya tentu berbedalah. Saya lebih memilih presentasi serasa liburan. Karena memang pada pasalnya saya dapat kesana melalui presentasi dan liburan menjadi liburan utamanya.
Beberapa hari sebelum berangkat kesana, saya berangan-angan banyak hal seputar lamanya perjalanan dan setelah disana akan bermalam dimana. Disisi lain, memang sangat minim kenalan yang studi di Universitas udayana Bali. Semuanya tiddak ketemu memang jika hanya diangan-angan. Saya sempatkan mencari informasi online. Melalui tulisan-tulisan backpaker yang terbaru juga saya perhatikan. Tujuannya agar tidak nyasar yang jelas, serta disana tidak terkatung-katung dipinggri jalan. Ternyata saya belum dapat mengambil manfaat dari tulisan para backpaker tersebut, karena saya masih mendapati kebingungan. Dari pada saya berfikir sendiri, akhirnya saya bicarakan semua itu pada teman-teman yang hendak berangkat kesana juga. Namun hasilnya masih nihil, tak apalah yang penting bisa kesana.
Malang – Bali merupakan perjalanan yang lumayan jauh, memakan waktu sekitar sebelas sampai dengan dua belas jam. Namun jangan khawatir teman, ada banyak armada bus yang akan mengantarkan kita dari malang menuju bali. Pada kesempatan kemarin kami memilih untuk naik bus eksekutif miliknya P.O bus Pahala Kencana. Karena eksekutif, tarifnya sedikit mahal yakni 160.000,- namun dijamin nyaman pokonya. Selama berjalanan saya dan teman-teman dimanjakan dengan tempat duduk yang nyaman, slimut yang wangi, serta bantal yang empuk sekali. Kenikmatan itu masih belum berhenti kawan. Di tengah-tengah perjalanan, semua penumpang akan mendapat service makan. Makannya ambil sendiri, bagi yang tidak malu mungkin ambil nasinya dan lauknya bisa dilebihkan sedikit sehingga tampak menggunung di piring kita. yah hitung-hitung fasilitas dan penghematan selama perjalanan itu sangat cocok.
Sepanjang perjalanan Malang – Bali menurut saya ada sedikit kekecewaan. Karena trayek bus kebanyakan malam, sehingga kami tidak dapat menikmati indahnya hamparan pemandangan selama perjalanan, yang ada hanya gemerlap lampu saja. Ditambah lagi saat menyebrang selat bali. Huft, inginya menikmati pemandangan di atas kapal laut yang mengantarkan para penumpang bus, namun yang terlihat hanya lampu-lampu kapal dari dermaga saja. Semoga kali lain ada bus Malang – Bali dengan jadwal keberangkatan pagi.
Selama perjalanan saya duduk terpisah dengan teman-teman. saya pun berkenalan dengan seseorang yang duduk di sebelah saya. Kami bersapa bergurau, walaupun beliau sedikit lebih dewasa dari saya. Katanya, beliau sudah lama tinggal di Bali jadi kami ditanyaian banyak hal. Mulai dari agenda hingga penginapannya. Saya dan teman-teman merasa berhutang banyak dengan bapak tersebut. sesampai di terminal ubung, tempat pemberhentian terakhir bapak tersebut langsung menawari saya untuk diantarkan dan dicarikan hotel yang murah. Bahkan sampai angkotpun, bapak tersebut yang menyaterkannya. Namun aku tidak dapat berkomunikasi lebih, karena lupa tidak minta nomer telelephonnya.
Sesampai di hotel yang dimaksudkannya, kami berpisah. Harganya cukup bersahabat untuk mahasiswa 125.000,- lengkap dengan fasilitas kamar yang di tawarkan. Hotel viking namanya tepat di Jln. Sudirman depan mall Ramayana. Tempat yang strategislah untuk shoping-shoping. Namun apa daya, jika pesangon tidak terlalu banyak. Hanya bisa menikmati keramaiannya saja.
Denpasar menurut saya salah satu kota besar yang memiliki sistem transportasi yang tertib. Sepanjang jalan-jalan yang saya lalui, sering saya temukan jalan se-arah dengan ukuran jalan yang lumayan lebar. Kira-kira dapat dilalui 3 mobil bebarengan. Bahkan hampir tidak saya temukan kemacetan disana. Bus-bus angkutan kota, mobil pribadi dan mikrolet melaju dengan tertib. Entah itu sebuah kebetulan saja, atau memang sudah menjadi ciri khas ibu kota provinsi Bali.
Dari aspek tata arsitektur kota juga, semua tidak lepas dari unsur budaya Bali yang masih sangat melekat. Gedung-gedung besar yang saya temukan disana, semuanya bernuansa khas Bali dan tidak lebih dari empat tingkat. Konon kata temanku, memang begitulah aturan pendirian gedung di Bali.
Tiga hari di Bali memang sangat kurang sekali untuk mengeksplorasi keindahan pulau dewata tersebut. Selama dua hari saya hanya disuguhkan dengan gedung kampus, mall, hipermart dan semuanya memiliki ciri kekhasan Bali. Dan sehari lagi saya manfaatkan untuk berlibur di pantai kuta. Banyak orang yang mengatakan kuta sudah seasri dulu, namun saya masih tetap ingin kesana, lantaran penasan selama ini hanya melihat dibalik layar kaca saja. Yah memang kenyataannya demikian setelah saya melihat dengan mata kepala saya sendiri. Keindahan kuta yang sudah mulai direnggut oleh sampah-sampah pantai yang dibawa oleh gulungan ombak laut. Namun ternyata, itu tidak menyurutkan niat para bule untuk berjemur di sana, bahkan berenang untuk menikmati ombak pantai kuta. Saya tidak habis pikir, kenapa mereka masih memilih kuta. Untuk sekedar cuci mata dan refreshing, lumayan jugalah bagi saya. Suatu hari saya ingin berangkat kesana dengan sepeda motor sendiri.
Saya tidak dapat banyak bercerita tentang bali. Oh ya, ada hal yang terlupa, disana sangat sulit ditemukan tempat ngopi ala mahasiswa. Kalau di malang biasanya kita akan menemukannya dengan mudah disetiap penggir jalan dekat kampus, namun di Bali tidak demikian. Mungkin karena suhunya berbeda. Malang tetap yang paling indah.
Bersambung....
Malang, 2 Maret 2016
Tags:
Essay
0 komentar