Pelangi Sastra Malang (PSM) on stage 64 bekerjasama dengan Kafe Pustaka UM kembali menyajikan kudap buku, Jumat (29/1). Acara ini dihadiri oleh Tia Setiadi sebagai penulis esai sastra “Petualangan yang Mustahil” dan Djoko Saryono Guru Besar UM sebagai pembandingnya.
Bincang esai sastra ini digelar di Kafe Pustaka. Sebuah kafe yang tidak hanya menyajikan kopi sebagai kudapannya, namun literatur juga termasuk salah satu menunya. Perbincangan menarik ini diikuti mahasiswa dari beragam kampus yang berbeda, mulai dari UM, UIN, dan UB, bahkan ada salah seorang guru SMA. Tentunya mereka seorang yang sangat ambisius menggeluti sastra atau sekeder sebagai penikmat sastra.
Acara tersebut berjalan sangat Apik dan menarik, bahkan tak terasa sampai menghabiskan dua setengah jam lebih. Kehadiran seorang Tia Setiadi yang esainya memiliki ciri khas tersendiri dan Guru Besar Sastra UM ternyata banyak menghasilkan hal-hal menarik terkait bagaimana pandangan mereka terhadap esai sastra di era kekinian.
Antologi esai Tia Setiadi yang tidak terkesan menggurui penikmatnya, ini mendapat apresiasi dari Djoko Saryono. Pada pasalnya, sekarang lebih sering ditemukan tulisan yang sifatnya menggurui, bahkan menggiring pembacanya menuju fokus tertentu dan tidak membebaskan untuk memaknainya. Sebagaimana pendapat Djoko Saryono “esai itu adalah puncak kefasihan berbahasa”, dan Tia Setiadi sudah mencapainya.
Ditanya persoalan menulis esai, Tia setiadi menjawab dengan tenang bahwasnya ia berharap sepuluh dua puluh tahun lagi setelah dirinya tiada di muka bumi ini, tulisanya tetap dapat menginspirasi pembacanya dan mampu membumikan nilai-nilai sastra di dalamnya.
Saya pun mengamini apa yang disampaikan oleh Tia Setiadi. Adanya sebuah karya yang dapat dinikmati orang lain, akan terus membuat kita hidup walaupun pada kenyataanya kita telah tiada.
Inspirasi yang telah disampaikan oleh Tia Setiadi dan apresiasi yang telah diberikan Guru Besar UM tersebut, sudah sepatutnya membuka mata kita untuk kembali mencintai sastra.
Semoga.
Wrote by Kisno Umbar
